Menjadi Warga Dunia

Di ruang kelas, para peserta diberikan hamparan peta dunia. Mereka diajak untuk mensyukuri nikmat Allah berupa alam semesta dengan segala keunikan kebudayaan para penghuninya dan potensi alam dan kemanusiaan yang ada di dalamnya. Bukankah kita diperintahkan untuk aktif bersilaturahim untuk saling mengenal satu sama lain, bersinergi, dan berkolaborasi untuk kemaslahatan hidup?

Manusia adalah makhluk berdimensi ruang. Ia ditakdirkan lahir dan meruang di satu wilayah tertentu. Ia tidak bisa meruang di semua tempat dan waktu. Itulah yang memunculkan kebutuhan sosial kepada nilai kemanusiaan agar dapat berkembang sewajarnya. Dengan demikian, mengunjungi tempat baru dan bertemu orang baru adalah satu kebutuhan manusiawi.

Menjadi perantau itu pilihan. Dalam konteks keindonesiaan, merantau adalah panggilan tradisi dan tantangan menyenangkan. Sesungguhnya, apa makna merantau bagi nilai kemanusiaan kita? Tanpa kita sadari, daya adaptif akan teruji bila kita bertemu dan berada di tempat dan suasana baru. Lingkungan dan orang baru adalah peluang untuk saling berbagi. Relativisme budaya menemukan setting-nya.

Menjadi Warga Dunia

Prof. Kasali menugaskan setiap mahasiswanya membuat paspor agar bisa memasuki dunia global. Menurutnya, tanpa paspor, manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, atau menjadi pemimpin steril. Padahal, dengan “keluar”, kita bisa dapat berjuta kesempatan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.

Seorang mahasiswanya sudah ada yang menjadi anggota PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang memetakan pameran-pameran besar di luar negeri. Ia membuka lapak, menjajakan aneka kerajinan, jalan-jalan, kursus, dan membawa dolar. Paspornya pun telah berstempel imigrasi 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang, dan rasa percaya dirinya tinggi. Ketika yang cum-laude masih sibuk cari kerja, ia sudah jadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.

Sahabat sukses yang dirahmati Allah, peluang bisa diciptakan meskipun waktu tetap tidak bisa dimanipulasi sedikit pun. Pengubahan mindset dan pemanfaatan masa hidup sangat diperlukan untuk memungkinkan itu terjadi. Pilihan sadar untuk tiba di satu titik diawali dengan sebuah keputusan penting yang melibatkan keseluruhan nilai yang diyakini oleh setiap orang. Tidak sedikit putra Indonesia memilih untuk belajar dan berkarier di negeri orang, karena barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga (HR. Muslim).

Dari Dunia Untuk Indonesia

Habibie berangkat ke Jerman pada 1954 untuk belajar konstruksi pesawat terbang di Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule, Aachen. Setelah lulus Doktor Ingineur dengan predikat Cum Laude pada 1965, ia mulai bekerja. Prestasi membawanya sebagai Wakil Presiden perusahaan penerbangan terbesar di Jerman. Ketika Pak Harto memanggil, ia teringat pesan Bung Karno, “Sekarang Anda berangkat untuk belajar. Nanti harus siap pulang kapan saja apabila bangsa membutuhkan.”

Habibie bersama ribuan putra-putri terbaik bangsa mulai bekerja. Melalui riset kerjasama dengan Spanyol (1989), IPTN ikut serta dalam Air Show di Paris. CN 235 membuat banyak orang tercenggang. Bagaimana mungkin negara yang baru saja lepas dari perang saudara dan tertatih-tatih mengurus masalah dalam negeri, bisa tampil dalam pameran pesawat tingkat Internasional? Sejumlah teknokrat asing mendatangi Habibie. “Apa rencana Anda selanjutnya?” Dengan optimis beliau menjawab, “Saya akan membuat pesawat yang lebih canggih dari ini.”

Dunia mencatat, Habibie adalah salah satu putra terbaik Indonesia dalam bidang teknologi. Kesempatan belajar dan bekerja di Jerman menjadi kawah candradimuka baginya untuk menggodok keterampilan dan ilmu yang pada gilirannya didedikasikan untuk kejayaan Indonesia. Semangat yang sama juga ada pada sejumlah putra putri Indonesia saat ini tengah menempuh pendidikan dan bekerja di sejumlah negara. Merekalah yang telah membentuk Ikatan Ilmuwan Indonesia International (I-4).

Sahabat sukses yang dirahmati Allah, sekarang mari kita mulai untuk memikirkan, merencanakan, dan berani menjejakkan kaki di sejumlah tempat yang belum pernah kita kunjungi. Sejatinya, sebatas apa dunia yang hadir di benak kita? Semoga dia adalah hamparan sabana dan stepa dengan udara terbaik dalam keriangan para gembala. Semoga dia adalah horison yang selalu memberi kabar tentang betapa gemerlapnya gemintang di langit-langit biru nan jernih dalam nyanyi sunyi para nelayan. Semoga pula dia adalah semua kemungkinan yang meruang dalam setiap jejak langkah kita di bumi Allah yang terhampar maha luas ini. 

Allah pun telah menegaskan hal itu: “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (Q.S Nuh [71]:19-20). Selamat melanglang buana, Sahabatku! Wallahu a’lam bi al-shawab.

                                                 Depok, Februari 2024

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form