Ruang kelas kita kali
ini adalah salah satu ruang terkenal: Jakarta Convention Center. Ada Milad AQL
Islamic Center pada 1 Muharram 1446 H (7 Juli 2024) di situ. Tema milad ke-16 ini adalah Unlimited Qurán' Miracles. Sejumlah nama beken hadir sebagai pembicara: Bunda Elly Risman, Ustadz Fatih Karim dan Ummu Sujjad,
Jamil Azzaini, Annisa Theresia, Ustadz Deden Makhyaruddin, K.H. Bachtiar Nasir, K.H.
Abdullah Gymnastiar, Ustadz Umar Makka, Ustadz Husein Gaza, dan Anies Baswedan.
Merekalah guru-guru kita hari ini.
Berguru kepada sosok-sosok pelaku dan pengamal ilmu adalah sebuah kenikmatan dan keberkahan tersendiri. Mengapa? Mereka bukan hanya ulama tetapi juga intelektual; Mereka bukan hanya intelektual, tetapi juga ulama. Merekalah sosok ulama yang intelek, intelektual yang ulama.
Waktu belajar kita cukup
panjang hari itu: dua sesi, sejak pukul 09.00 sampai 18.00. Sebuah proses
pelatihan dan rihlah ruhani yang sangat menyenangkan. Betapa tidak! Para
pembicara adalah pejuang dakwah yang istiqomah di jalurnya masing-masing:
psikolog keluarga, pejuang Qurán, motivator mulia, hafidz yang ahli tafsir, ahli
tadabbur dan pejuang Baitul Maqdis, dan jurnalis Gaza. Mendengarkan paparan
mereka satu persatu, kita seperti dibukakan jendela sehingga bisa menikmati
indahnya taman dengan warna-warninya bebungaan. Sejuk, semerbak mewangi, dan menentramkan.
Kegelisahan
dan Harapan
Ada sejumlah catatan
menarik dari Milad AQL tempo hari. Pertama, tertangkap ada
kegelisahan yang amat mendalam dalam paparan Bunda Elly Risman dan Ustadz Fatih
Karim. Mereka sama-sama menyoroti dampak buruk penggunaan handphone
yang tak terkendali. Masyarakat gagal merespon dengan bijak teknologi informasi
yang merangsek masuk dalam kehidupan mereka yang paling inti: keluarga. Mereka
memaparkan kondisi sosial masyarakat yang saat ini sudah dapat dikatakan sebagai
kondisi darurat keluarga. Sebagai titik berangkat dan titik kembali,
keluarga-keluarga Indonesia tengah dalam bahaya yang krusial.
Berbagai penyakit
masyarakat kita hari ini: pinjol (pinjaman online), judol (judi online), dan
LGBT, hadir sebagai rombongan penyerta ketika pemakaian hp (internet) yang
kebablasan tanpa regulasi tegas dan ketat dari pemerintah. Masyarakat
benar-benar terperangkap dalam borok sosial yang semakin lebar, bernanah, dan
sulit disembuhkan. Kita gagal melihat hulu dan hilirnya karena semua sudah
berkelindan dalam semua gerak hidup masyarakat yang cenderung permisif tanpa
filter sama sekali.
Dua pembicara itu
mengutarakan keprihatinan yang mendalam soal bagaimana kehidupan keluarga
Indonesia tercabik-cabik oleh ketidakdewasaan dalam merespon gempuran informasi
yang tak terkendali lewat hp. Gelombang informasi telah menggulung dan menggerus
sendi-sendi kehidupan keluarga Indonesia. Bunda Elly menyoroti fenomena
menyusutnya 4,4% otak depan para anak Indonesia karena sejak kecil terpapar
pornografi lewat hp. Inilah narkolema (narkotika lewat mata), katanya. Ustadz Fatih Karim mengajak kita meningkatkan kewaspadaan
karena kampanye LGBT semakin masif menyerang keluarga-keluarga Indonesia
hari ini.
Masyarakat tidak akan
pernah siap dengan perubahan yang begitu masif ini. Fenomena ini kian
mengkhawatirkan setelah sejumlah sekolah mewajibkan setiap siswanya untuk
memiliki hp dengan alasan sejumlah aktivitas pembelajaran disampaikan melalui aplikasi.
HP wajib dibawa ke sekolah sebagai salah satu perlengkapan belajar. Padahal, hp
para siswa tidak diprotek sama sekali. Di luar penggunaan untuk belajar,
seorang siswa punya kesempatan dan waktu untuk berselancar ke mana pun mereka
mau. Nah, di titik inilah kita tidak lagi bisa mengawasi mereka.
Kedua,
Kekhawatiran Bunda Elly
Risman dan Ustadz Fatih Karim tentang kondisi keluarga Indonesia umumnya belum punya konsep bagaimana menyiapkan anak lelaki untuk siap dan pantas menjadi
seorang suami dan ayah. Jangan biarkan anak lelaki kita gagap untuk menjadi suami dan ayah pada waktunya. Mengapa hal ini sangat krusial?
Karena tidak sedikit seorang lelaki begitu cemerlang kariernya di luar,
masyarakat begitu memuji prestasi dan segala kesuksesannya, tetapi babak belur
di rumah tangganya. Tidak sedikit seorang ayah yang sukses kariernya di luar,
tetapi hancur lebur perannya sebagai seorang ayah di rumahnya sendiri. Ketidaklengkapan
ini sesungguhnya harus menjadi pemicu dan motivasi agar seorang lelaki siap
menjadi seorang suami untuk istrinya dan ayah untuk anak-anaknya. Untuk itulah,
seorang anak lelaki harus dipersiapkan dengan baik sejalan dengan perkembangan
usia dan psikologisnya.
Sebutan fatherless
country harus segera direspon dengan langkah strategis dan efektif. Sejumlah
persoalan sosial yang terjadi di masyarakat hari ini bisa jadi memang berakar
dan bermula dari rumah. Bila di rumah seorang anak merasa dirinya diterima apa adanya
dan mendapatkan pola asuh yang benar, maka kita bisa berharap sejumlah persoalan
sosial sudah selesai. Untuk itu, kehadiran dan keterlibatan intensif seorang
ayah dalam proses pengasuhan anaknya menjadi sangat penting. Kehangatan atas
kehadiran seorang ayah akan melengkapi dan bersisian dengan kelembutan kasih sayang seorang ibu. Keseimbangan ini sangat dibutuhkan oleh anak-anak agar mereka
tumbuh dan berkembang dengan semua kewajarannya. Oleh karena itu, wahai para ayah,
pulanglah. Kehadiranmu ditunggu istri dan anak-anakmu. Hadirlah di antara dan
bersama mereka. Utuh.
Ketiga,
pentingnya membangun dan menguatkan nilai keluarga. Keluarga adalah titik
berangkat dan pulang. Sebagai satuan sosial terkecil, keluarga punya peranan
sangat vital untuk pembentukan karakter generasi penerus bangsa. Ada dua
pembicara yang dengan gayanya sendiri-sendiri mengartikulasikan tema penting
ini: Jamil Azzaini dan Aa Gym. Keduanya memaparkan makna keluarga sebagai
sebuah entitas sangat penting dengan segala dinamika dan keunikannya
masing-masing. Sangat nampak bahwa keduanya menyampaikan tema tersebut baik
dari sudut kajian maupun refleksi atas berbagai pengalaman sebagai kepala ayah
dan kepala keluarga dengan segala dinamikanya.
Nilai keluarga secara
khusus disampaikan oleh Jamil Azzaini yang menceritakan best practise di
keluarganya. Ada tiga hal yang dijadikan Jamil sebagai fondasi dalam membangun
keluarganya: family value, taking in the good, dan engage the
communication. Family value yang dibangun atas dasar agama:
Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Jadi segala sesuatu diputuskan berdasarkan
tuntunan Islam. Bila Islam membolehkan, maka silakan satu keputusan
dilaksanakan. Bila tidak, maka hal itu harus ditinggalkan. Taking in the
good, selalu mengedepankan dan mengingat kebaikan agar kita selalu bisa
saling menerima. Keluarga jangan terjebak pada pelbagai perasaan yang hanya
mampu melihat keburukan anggota keluarga yang lain tanpa mau dan mampu melihat
begitu banyak sisi baik dan positifnya. Engage the communication
mengabarkan bagaimana komunikasi harus melibatkan semua anggota keluarga dengan dasar cinta dan keimanan.
Tampil pada saat
menjelang Ashar, Aa Gym berhasil merebut hati dan perhatian hadirin dengan
gayanya yang khas dan lugas. Hadirin yang sudah mulai diserang kantuk dibangunkan
kembali oleh gaya khas Aa Gym yang dengan cerdik berhasil memancing mereka untuk terlibat aktif dalam paparannya tentang pentingnya saling memahami dalam keluarga
dengan berbekal keimanan dan rasa syukur. Beliau khusus menyoroti pentingnya menerapkan
pola komunikasi yang saling menghargai antara suami dan istri. Kesabaran dan
rasa syukur atas kehadiran satu sama lain dengan landasan iman akan mampu
menciptakan pola relasi yang sehat dan harmonis. Tidak ada satu pun pola terbaik
untuk berbagai situasi dan speech event. Oleh karena itu, tingkat
keimanan akan mempengaruhi besarnya rasa syukur dan kesabaran di antara
keduanya.
Dua
Ruang Dakwah
Ada beberapa catatan menarik tentang dua sesi perayaan Milad AQL kali ini. Catatan tersebut berkaitan dengan dua materi yang dengan sangat serius disampaikan oleh K.H. Bachtiar Nasir: The End of Universe dan The End of Zionist. Pasti UBN punya alasan kuat mengapa di moment penting tersebut beliau memaparkan dua tema yang telah membuat seisi JCC tersihir beberapa jenak. Pertama, dua paparan itu nampaknya sebagai penegas tentang ranah dakwah dan kedudukan beliau selama ini: guru tadabbur Al-Qurán dan pejuang Baitul Maqdis. Dua tema besar berbasis Artificial Intelegence itu ditampilkan dengan sangat apik oleh UBN. Fakta dan temuan sejarah telah memberikan kontribusi nyata dalam tayangan tersebut sehingga hadirin mendapatkan visualisasi yang menarik. Proses rekonstruksi sejarah telah mengajak mereka hadir secara emosional di dalamnya. Pesan itu pun tertancap kuat.
Kedua,
kehadiran Ustadz Deden Makhyaruddin dan Ustadz Umar Makka sangat menarik dan
unik. Kehadiran keduanya di panggung layaknya pasak bumi yang kuat menghujam untuk
masing-masing sesi. Keduanya tampil relatif sama-sama sebentar, tetapi justru
karena sebentar dan tepat waktu itulah yang telah memberikan kesan yang begitu
kuat tentang tema pertama dan kedua. Untuk penonton yang cerdas, kehadiran
keduanya pasti akan menyisakan kesan mendalam dan personal. Mereka tidak perlu menggurui
penonton dengan ulasan ayat, tetapi justru sebaliknya mereka memberikan ruang
kontemplatif yang cukup luas dan dalam untuk memahami apa yang mereka sampaikan.
Ketiga, Anies Baswedan yang kehadirannya membuat surprise seisi JCC memberikan apresiasi dan ungkapan selamat kepada AQL atas milad ke-16 tersebut. Beliau mengapresiasi momen Tahun Baru Hijriah 1446 ditandai dengan satu bentuk kesadaran untuk mengajak semua elemen masyarakat kembali ke rumah, ke ladang dakwah yang paling dekat. Untuk itulah, sajian acara tersebut dinilai sangat tepat dan cerdas. Tak lupa beliau mendoakan UBN dan AQL Islamic Center senantiasa dijaga Allah dan tetap istiqomah di jalur dakwah tadabbur Qurán.
Keempat,
sajian teaterikal yang dihadirkan para mahasiswa AQC dan STIQ Ar-Rahman memberikan ruang apresiasi seni yang berimbang. Ada sejumlah maksud yang tak perlu diartikulasikan dengan gamblang,
sama seperti tidak semua kebenaran boleh dan pantas diungkapkan. Oleh karena
itulah, kehadiran gerak teaterikal telah memberikan warna baru dalam sebuah penyampaian pesan.
Ekspresi seni memberikan kesempatan kepada para penonton untuk kreatif
mempergunakan kekuatan imajinasinya dalam merekonstruksi fakta apa yang
ditampilkan lewat berbagai simbol. Dengan demikian, maka setelah talkshow dan
paparan yang verbal dan menyasar aspek kognitif, maka inilah cara ungkap yang berbeda dan berkelas untuk hati dan afeksi.
Akhirnya, Milad AQL ke-16 lewat Unlimited Qurán’Miracles pun selesai. Hadirin pulang
dengan katarsisnya masing-masing. Dunianya telah bertemu dengan dunia baru yang
telah ditawarkan panitia melalui rangkatan acara sejak pagi hingga sore itu. Dialektika
antarkeduanya telah menciptakan pemahaman baru atas berbagai topik yang
dibicarakan. Oleh karena itu, mereka yang hadir dengan segala kerendahan hati sangat berbahagia dengan berbagai acara yang ditampilkan. Mereka diajak kembali
menyadari bahwa kebutuhan untuk terus berinteraksi dengan Al-Qurán di tengah kondisi sosial-ekonomi-budaya adalah
sebuah jihad yang besar. Keajaiban Al-Qurán hanya akan diperoleh oleh mereka
yang menyiapkan keikhlasan dan upaya sadar tanpa lelah untuk terus
mencari kedalaman hikmah yang dikandungnya. Bukankah kehidupan yang ideal dan
diridhoi Allah adalah kehidupan yang indah dalam naungan Al-Qurán?
Wallahu a’lam bi al-shawab.
Depok,
Juli 2024