Menulis Pengalaman

       Manusia adalah makhluk dalam dimensi ruang dan waktu. Kehidupan manusia sublim di situ. Dalam rentang waktu yang dimilikinyalah, manusia hidup dan mengalami berbagai suasana, pencapaian, dan peristiwa.

Semua itu berlangsung tanpa dan dengan kesadaran. Bila yang dialami itu disadari, ia akan menjadi bagian pengetahuan dan ilmu serta hikmah. Sedangkan yang tidak disadari, ia akan melesat tanpa sempat meninggalkan kesan apa pun.

Dalam kehidupannya, manusia memerankan begitu banyak posisi, baik dalam keluarga, pekerjaan, atau pun masyarakat. Posisi dan peran akan memberikan ruang berbeda kepada setiap manusia. Seseorang akan dihadapkan pada begitu banyak situasi yang mengharuskannya mengambil keputusan dan memilih, merasa, dan berpikir serta bertindak sesuai kapasitasnya.

Waktu dan kesempatan semua manusia sangat terbatas. Padahal, banyak hal penting dan menarik dari episode hidupnya yang hanya sebentar itu. Sangat boleh jadi, ia ingin “mewariskan” banyak hal positif kepada keluarganya, anak cucunya, penerus perjuangannya, guru di sekolahnya, dosen di kampusnya, karyawan di perusahaannya, yunior di organisasinya, atau masyarakat tempatnya berbiak selama ini. Namun, ruang dan waktu memaksanya untuk menyadari bahwa hal itu sangat tidak mungkin dapat dilakukan secara sistematis dan konsisten.

Perjalanan hidup sangat berbatas waktu. Tak seorang pun tahu akan ketersediaan waktunya. Teka-teki dan misteri. Namun, optimisme harus tetap dipelihara, secemas apa pun hati akan ancaman “kekurangan waktu”. Karena memang, waktu sangat eksklusif dan inklusif sekaligus. Sebagai asset, ia tidak bisa dipinjamkan dan diperjualbelikan. Dia bukan komoditas. Dialah kemutlakan dan kerelativan. Oleh karena itu, manusia membutuhkan media dan sarana yang dapat melampaui batas ruang dan waktu itu.

Menulis adalah pilihannya. Dengan tulisan, seseorang akan bebas mengekspresikan berbagai hal yang menjadi pemikiran dan perasaannya, pendirian dan prinsip hidupnya, cita-cita dan harapannya, kegelisahan dan empatinya, atau pilihan dan keputusannya dalam peran dan kedudukannya masing-masing. Tulisan akan menjadi bagian penting dari dirinya karena memuat cerita tentang jalan hidup, pengalaman, dan dunianya. Bukankah itu yang sangat berharga untuk dibaca oleh sejumlah orang dalam relasi kemanusiaaan kita?

Mengapa Pengalaman?

Setiap kita unik. Kita tidak sama dengan siapa pun yang hidup ribuan tahun sebelum dan setelah kita. Sekali pun kita kembar, kita tidak sama karena lidah dan sidik jari kita berbeda. Oleh karena itu, kita akan merespon setiap stimulus dengan rasa dan cara berbeda. Meskipun dibesarkan di keluarga yang sama atau mengenyam pendidikan di sekolah atau kampus yang sama, pengalaman batin kita pasti berbeda.

Pengalaman adalah sesuatu yang paling jujur yang dimiliki manusia. Mengapa? Karena setiap orang dilahirkan dengan tiga potensi dasar yang sama: pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Dengan kadar kepekaan masing-masing, setiap manusia mendapatkan dan menciptakan stimulus dan respon secara berganti-ganti. Dialektika antara stimulus dan respon itulah yang membentuk pemahaman-pemahaman berpola atas sejumlah hal dalam kehidupan yang dihadapinya.

Pada pengalaman, segala aspek, potensi, dan proyeksi kemanusiaan seseorang terekam dengan sempurna. Bila hidup ini singkat, sekali, dan tidak akan kembali, bukankah pengalaman adalah sesuatu yang sangat berharga dan penting? Tidak semua orang mampu berimajinasi, tetapi, semua orang pasti punya pengalaman. Oleh karena itulah, menulis pengalaman pasti sesuatu yang mudah dan sangat menarik.

Setiap orang punya. Inilah dialektika antara alam dan dunia dalam pikiran seseorang. Semua ini dapat menjadi sumber ide untuk ditulis. Dari sudut kognitif, pengalaman adalah keseluruhan pengetahuan, pengamatan, atau persepsi seseorang dari keterlibatannya dalam sejumlah peristiwa; Dalam aspek afektif adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh  melalui keterlibatan dalam aktivitas untuk jangka waktu tertentu yang mempengaruhi cara berpikir dan bertingkah laku; Sedangkan dalam aspek psikomotor adalah menjalani atau terlibat dalam suatu pekerjaan, aktivitas, peristiwa atau situasi.

Pengalaman adalah kehadiran kita di setiap inci waktu dalam peristiwa dan aktivitas. Pengalaman memang tidak serta-merta menjadikan seseorang kaya, tetapi tahu dan paham bagaimana memantaskan diri dalam banyak situasi, membuka peluang lebih besar untuk dapat diterima sesama. Kabar gembiranya, takaran, kadar, dan ukuran tiap orang berbeda. Titik optimalnya pun dapat diperjuangkan dengan nilai, keyakinan, dan makna sendiri-sendiri. Pada fase ini, menulis pengalaman merupakan pemaknaan atas kehadiran dan keterlibatan. Oleh karena itu, mari kita belajar menghargai kesempatan; Belajar memaknai kehadiran.

Thinking Process

            Sejarah adalah kumpulan keputusan-keputusan. Begitu pun hidup kita. Apa yang kita jalani dan alami hari ini adalah akibat dan hasil dari keputusan-keputusan. Semua merupakan manifestasi dari proses berpikir yang tidak sama pada setiap orang. Komposisi sifat produktif pun akan mempengaruhi setiap orang dalam memilih, mengambil keputusan, merespon peristiwa, memaknai amanah dan tanggung jawab, konsepsi kesuksesan, makna kebahagiaan, dan sebagainya.

Pengalaman adalah kumpulan stimulus dan respon. Tidak ada kejadian yang berdiri sendiri. Respon kita terhadap sebuah stimulus akan menjadi stimulus baru untuk respon yang baru pula. Tidak sedikit manusia yang bergerak hanya karena stimulus. Tetapi, banyak pula yang mampu menciptakan stimulus dan menjadikan sejumlah aktivitasnya sebagai sebab bergeraknya orang lain. Hal ini memungkinkan sejumlah orang belajar memahami setiap pengalamannya. Mereka tidak bergerak hanya karena siklus itu.

Sebuah tulisan akan menggambarkan cara berpikir seseorang. Pertama, keputusan-keputusan yang menjadi dasar terjadinya peristiwa dalam tulisan merupakan cerminan proses berpikir. Kita pasti sepakat, yang beruntung adalah yang tidak terjebak logika sesaat dan sesat dalam berkeputusan. Logika dan tafsir kebenaran merupakan puncak ekspresi keterbatasan. Ketulusan dan kejujuran seorang aktor bukan saja ketika ia berani mengambil konsekuensi logis dari peran dalam skenario dan arahan sutradara, tetapi juga dari semua improvisasi yang dengan sadar dipilihnya demi warna dan keutuhan sebuah cerita. Biasanya, ada ruang dialog antara pemain dan sutradara perihal naskah. Seabsurd apa pun sebuah pementasan, tetap ada logika atas semua alur dan metafora.

Kedua, pada titik tertentu, seseorang akan berpikir, merasa, dan bertindak sesuai dengan sibghah yang paling dominan dalam hidupnya. Jadi, jangan remehkan bersama siapa Anda berproses. Berbahagialah Anda yang masih sempat merawat kejujuran dan otentisitas di tengah keterpesonaan dan ketidakwajaran. Beruntunglah mereka yang telah berjuang sekuat tenaga memaksimalkan peran dan amanah pada setiap episode. Mengapa begitu? Karena kebenaran itu seperti sinar matahari. Kalaulah ingin kaututupi, pasti hanya sebatas mata dan tubuhmu. Yang lain, akan meruang di hati semesta.

Ketiga, logika dan alur tulisan—paragraf, kalimat, dan diksi—juga merupakan ungkapan dan ekspresi dari proses berpikir. Rangkaian ujaran dalam sebuah peristiwa tutur menjadi penanda dan pembeda. Itu bukan sekadar pilihan kata. Oleh karena itu, hadirlah pada setiap kata yang kita tulis, agar makna utuhnya tersampaikan dan konsekuensi logisnya mampu dipertanggungjawabkan. Bukankah kita hanya mengartikulasikan pemahaman yang sangat terbatas atas sesuatu yang terbatas pula? Pada gilirannya, ujaran dan artikulasi adalah identitas dan keberpihakan. Motif dan tujuan sangat bergantung pada apa dan siapa. Kata bertemu rasa: manusia mencipta tanda dan makna.

Constructing Culture

Ketika kita percaya bahwa kebudayaan ada di kepala setiap orang, maka itu artinya setiap orang—dengan pola dan caranya berpikir—berkesempatan membentuk budaya di ruang yang memungkinkannya hadir. Bila ia seorang kepala keluarga, pimpinan perusahaan, atau organisasi, maka hasil proses berpikirnya sangat mempengaruhi mereka yang ada di bawah kepemimpinannya. Kesadaran ini lumrah untuk kita dalam semua ranah dan tingkatan peran.

Kebudayaan juga dibentuk oleh kata-kata dan tulisan. Melalui tulisan, seseorang mengonstruksi pikiran dan rasa pembacanya. Dialektika antara dunianya dan dunia pembaca akan melahirkan pemahaman baru yang akan mempengaruhi cara berpikir, bertutur, dan bertindak. Bila meluas, bertahan, menjadi solusi, dan cara hidup, inilah embrio sebuah tatanan dan budaya baru. 

Kebudayaan diajarkan, dilestarikan, dan dirawat juga dengan kata-kata dan tulisan. Proses konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi kebudayaan berlangsung dengan adanya sistem pengetahuan yang dibisikkan, disampaikan, dan dicontohkan oleh sejumlah orang kepada generasi penerusnya lewat bahasa lisan maupun tulisan. Artikulasi zaman akan sangat jelas pada semua pilihan dan corak budaya yang ingin terus dibentuk dan dilestarikan. Di samping itu, manusia juga sadar bahwa sebagian dari sejarah dan pengetahuan masa lalu masih sangat relevan untuk kehidupan kini dan yang akan datang. Oleh karena itu, manusia memerlukan sebuah sarana agar a set of knowledge dan a set of value sebagai bagian penting dalam kehidupan mereka dapat dipelajari oleh para generasi penerus.

Dengan demikian, seseorang dapat menjadikan tulisannya sebagai salah satu sarana problem solver  atas sejumlah persoalan di lingkungan sosial mereka. Pola dan cara serta bagaimana mereka melangsungkan hidup dan kehidupan harus dikenal, dimengerti, dan pada saatnya nanti dilanjutkan oleh generasi yang akan datang. Kita tentu sepakat, cara dan proses pengambilan keputusan secara luas dan terus menerus adalah salah satu wujud kebudayaan.

Preparing Legacy

Waktu dan kesempatan semua manusia sangat terbatas. Padahal, banyak hal penting dan menarik dari episode hidupnya yang hanya sebentar itu. Sangat boleh jadi, ia ingin “mewariskan” banyak hal positif kepada keluarganya, anak cucunya, penerus perjuangannya, karyawan di perusahaannya, yunior di organisasinya, atau masyarakat tempatnya berbiak selama ini.

Namun, ruang dan waktu memaksanya untuk menyadari bahwa hal itu sangat tidak mungkin dapat dilakukan secara sistematis dan konsisten. Pengalaman hidup, perjuangan, dan seluruh idealismenya dalam membangun hidup dan kehidupan yang bermakna untuk diri, keluarga, lingkungan, dan masyarakat adalah seperangkat pengetahuan dan nilai yang ingin sekali diwariskan kepada anak, keponakan, cucu, dan generasi muda lainnya. Keinginannya untuk share of knowledge dan share of value tersebut membutuhkan media dan sarana yang dapat melampaui batas ruang dan waktu.

Generasi milenial, Z, atau Alpha yang akan hadir setelah kehidupan kita adalah mereka yang akan hidup untuk zaman mereka sendiri. Mereka yang hidup di era digital yang serba instan dan cepat berubah ini justru membutuhkan orientasi masa depan yang tidak hanya penuh pilihan dan tantangan, tetapi juga harus tetap sarat nilai dan keteladanan. Sejumlah episode masa lalu yang baik dan penting untuk mereka ketahui harus dapat tersampaikan dan terakses dengan baik agar mereka tidak kehilangan obor dalam memasuki tantangan zaman yang pasti lebih dinamis. Oleh karena itulah, tulisan para orang tua, guru, dan senior sangat mereka butuhkan.

Dengan tulisan, seseorang menjadikan pengalaman sebagai sumber belajar untuk karyawan, staff, kolega, keluarga, anak, dan cucunya. Selain itu, tulisannya dapat menjadi konstruksi kebudayaan dan warisan untuk generasi yang akan datang. Akhirnya, keseluruhan pengalamannya yang tertulis dapat menjadi refleksi komprehensif dari hidup yang singkat dan sekali ini.

Kita pelaku yang tahu dan mengerti. Tulislah! Biarlah dunia tahu dan sadar, betapa serius dan ikhlasnya kita di jalan yang kita pilih. Verba Volant, Scripta Manent!

Depok,  Februari 2024

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form