Bakat Dominan Guru

Mari kita lanjutkan diskusi kita tentang guru dan bakat. Ternyata ada beberapa bakat dominan yang setidaknya harus ada dalam diri seorang guru. Ini satu kajian yang sangat menarik. Mengapa? Karena selama ini orang mengira semua orang dapat menjadi guru. Sesungguhnya anggapan dan asumsi itu tidak salah. Namun, agar yang bersangkutan dapat melakukannya dengan easy, enjoy, dan dapat menjadi excellence, ternyata guru harus memiliki sejumlah bakat agar hasil kerja dan semangatnya semakin besar.


     Berikut kita akan membahas bakat-bakat dominan apa yang seharusnya dimiliki dan dipupuk oleh seorang guru agar tugas yang dijalankannya dapat dinikmati dan dijalani dengan mudah, sehingga kita dapat menjadi yang terbaik dan berhasil dengan maksimal.

  1. Communication

Ini adalah bakat dominan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Seluruh aktivitas seorang guru adalah komunikasi. Ia haruslah seorang komunikator ulung karena aktivitas mengajar dan mendidik sangat mustahil tanpa komunikasi. Dia harus memiliki linguistic and communicative competence yang baik. Dia aktor dan pemeran utama. Kalau pun ada sesuatu dalam diri seorang guru yang dapat memukau, menghipnotis, dan menyedot perhatian murid, itulah kemampuan komunikasinya. Jadi, wajar bila dikatakan bahwa bakat ini termasuk salah satu bakat yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempengaruhi orang (influencing).

Guru yang baik memang tidak harus seorang story teller atau orator ulung. Communicative competence tidak selalu harus diartikan sebagai orang yang doyan ngomong. Bukan. Tetapi, seseorang yang pandai menyampaikan gagasan, pemikiran, dan perasaan baik lisan maupun tulisan. Selain itu, guru dengan bakat ini adalah mereka yang tanggap akan kebutuhan para muridnya untuk berkomunikasi sehingga terjalin kedekatan emosional, rapor (hubungan baik), dan bonding (ikatan) yang positif dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, suasana belajar jadi menyenangkan dan hangat. 


b. Developer

Ini bakat yang sangat spesifik yang harus ada dalam diri seorang guru, dosen, trainer, atau coach: Developer. Guru sejati adalah mereka yang senang dan bahagia melihat kemajuan para muridnya. Mereka akan berusaha sekuat tenaga agar murid-muridnya sukses dan lebih hebat dari mereka. Kebahagiaan untuk mereka adalah ketika melihat keberhasilan dan kesuksesan para muridnya. Untuk itu, mereka akan mengerahkan energi, perhatian, dan berbagai aktivitas untuk membantu dan mengupayakan apa pun caranya.

Membantu orang lain untuk menjadi the best of them adalah energi dahsyat dalam dirinya. Kelelahan dalam menjalani itu semua tak pernah dirasakan karena memang ia mencintai seluruh aktivitas untuk membuat muridnya sukses. Ia akan bersedih hati bila muridnya belum menemukan jalan dan cara suksesnya. 

c. Individualization    

Seorang guru, dosen, trainer, atau coach yang baik adalah mereka yang mampu membangun relasi terbaik dengan murid, mahasiswa, trainee, atau coache-nya. Pola relasi yang unik itu dapat berupa sebuah kedekatan fungsional dan penuh keikhlasan, bukan basa-basi dan transaksional. Oleh karena itu, sangat wajar bila mereka mengawalinya dengan knowing by face, lalu knowing by name, dan akhirnya knowing by heart. Hanya dengan kualitas hubungan yang seperti itulah murid, mahasiswa, trainee, dan coache mampu menerima kehadiran mereka dengan sepenuh hati.

Keberterimaan seseorang dalam relasi guru-murid, dosen-mahasiswa, trainer-trainee, atau coach-coachee sangat unik, khas, dan seharusnya tanpa reserve.  Relasi itu harus didasari oleh satu frekuensi sehingga keduanya dapat berangkat dari titik yang sama. Dengan demikian, seorang guru dapat dengan tepat memberikan pola didik sesuai dengan tipe kepribadian muridnya. Guru dengan bakat individualization akan mengamati dengan jeli dan teliti karakter muridnya. Ia mampu melihat keunggulan dan kekurangan murid, mahasiswa, trainee, atau coachee-nya dengan kesadaran dan kewajaran yang ada.

 

  1. Learner

Yang berhenti belajar, sebaiknya tidak lagi boleh mengajar. Begitu sejumlah orang mengartikulasikan kaitan antara belajar dan hak untuk bisa mengajar. Itulah sebabnya sulit diterima bila ada guru yang tidak lagi mau baca buku karena merasa sudah tamat belajar. Padahal, ia masih menekuni profesi sebagai guru, dosen, trainer, atau coach.

Guru berbakat learner bukan saja mereka yang menuntaskan belajarnya sampai mendapatkan gelar tertinggi akademik, tetapi juga mereka yang terlibat aktif pada sejumlah aktivitas belajar yang tidak terbatas ruang dan waktunya. Ia rela menghabiskan waktu, tenaga, dan kehilangan kesempatan untuk sejumlah aktivitas lain untuk belajar. Sangat mungkin alasan mereka beragam mengapa mereka sangat mencintai kegiatan belajar.

Guru, dosen, trainer, atau coach yang berbakat learner sangat menikmati proses dalam setiap kesempatan belajar. Tujuan mereka bukan semata-mata nilai, score, atau ijazah sebagai pertanda keformalitasan, tetapi prosesnya. Yang sangat konsisten tetap ada dalam diri mereka adalah tersedianya kemauan untuk tetap belajar, baik sesuatu yang sudah mulai dimengerti atau sesuatu yang baru. Mereka senantiasa berusaha bagaimana caranya untuk mau dan mampu mempraktikkan sejumlah hal yang telah dipelajarinya.

 

  1. Maximizer

Yang setengah-setengah itu tidak bermakna. Berusaha menjadi yang terbaik bukanlah mengejar kesempurnaan, tetapi manifestasi rasa syukur atas segala nikmat berupa waktu, kesehatan, dan sejumlah potensi. Memang, ada harga yang harus dibayar untuk dapat mendekati optimalisasi dari sesuatu yang sudah dan sedang kita kerjakan. Namun, untuk sejumlah pribadi, itu justru adalah energi.

Guru, dosen, trainer, atau coach berbakat maximizer akan menjadi orang-orang yang gelisah dengan segala pencapaian para murid, mahasiswa, trainee, atau coachenya. Titik berangkat yang sama tidak harus berakhir dengan hasil yang sama. Setiap orang harus berani mencapai titik optimal dari apa yang diupayakannya selama ini. Dengan demikian, ia akan berusaha menampilkan versi terbaik dari dirinya agar semua itu menjadi mungkin. Push the limit!

Guru dengan bakat ini selalu saja punya cara agar sejumlah pencapaian tiba di titik terbaiknya. Sepintas mereka menjadi orang yang tidak pernah puas, tetapi sesungguhnya justru mereka yang sering mengingatkan kita bahwa kita masih dapat meningkatkan pencapaian tersebut. Mengapa mereka menjadi sedemikian gelisah? Karena sesungguhnya, mereka tidak pernah nyaman menjadi orang rata-rata. Mereka tidak ingin jadi guru, dosen, trainer, atau coach yang biasa-biasa saja. Mereka akan berusaha selangkah atau beberapa langkah lebih maju daripada yang lain. Ia selalu berusaha untuk membuat karya dan karya itu harus istimewa. Oleh karena itulah, pencapaian yang diperoleh para murid, mahasiswa, trainee, dan coachee-nya pun harus demikian.

 

  1. Positivity

Sebaik-baiknya waktu untuk belajar adalah ketika dalam suasana hati yang riang gembira. Antusiasme pada umumnya berbanding lurus dengan hasil dan pencapaian. Untuk itu proses penciptaan suasana belajar yang menyenangkan menjadi sangat penting. Aktor utama untuk tujuan itu tidak lain adalah guru, dosen, trainer, atau coach. Dari merekalah diharapkan suasana ruang kelas dan ruang belajar menjadi sangat nyaman dan menyenangkan.

Guru, dosen, trainer, atau coach dengan bakat positivity senantiasa membawa suasana gembira. Ini sangat penting untuk semua guru, dosen, dan trainer. Murid, mahasiswa, trainee, atau coachee yang bertemu mereka akan diliputi suasana nyaman dan menyenangkan karena energi positif yang terpancar bersama kehadirannya. Ia ingin memastikan setiap siswanya nyaman belajar dan tidak ingin melihatnya sedih meskipun ia juga sedang berduka.

 g. Context

Apa yang senantiasa memberikan kesempatan kita untuk selalu bersyukur atas segala sesuatu yang telah ada dan kita capai? Proses belajar pada setiap murid, mahasiswa, trainee, atau coachee pasti berbeda. Justru nilai perjuangan hanya bisa dilihat dari titik berangkat masing-masing, bukan titik berangkat orang lain. Demikian pula pencapaiannya. Oleh karena itulah, seorang guru, dosen, trainer, atau coach yang memahami pentingnya melihat masa lalu akan punya kesempatan bersyukur atas semua proses dan pencapaian yang telah dilaluinya.

Guru dengan bakat context akan melihat apa yang sekarang ada pada murid, mahasiswa, trainee, atau coachee-nya sebagai jalinan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ketiga ranah itulah yang membentuk, mewarnai, dan memaknai setiap aktivitas mereka. Dengan demikian, guru yang memahami keterlibatan masa lalu atau mampu menempatkan masa lalu untuk masa depan muridnya akan lebih menghargai proses. Mereka tidak terjebak pada penilaian sesaat atau labeling. Karena mereka percaya, proses sedang berlangsung dan belum selesai. 

Lalu, siapa sosok guru ideal dalam sudut pandang bakat? Tentu tidak ada sosok ideal yang memiliki semua bakat di atas. Yang ada adalah mereka yang memiliki beberapa saja dengan intensitas dan derajat kedominanan yang beragam. Dinamika bakat seseorang yang telah bertekad dan mengikhlaskan diri menjadi seorang pendidik adalah modal dasar yang jauh lebih dahsyat daripada kita mencari sosok ideal itu. Seorang guru yang baik dan terus bertumbuh dengan segala mindset kebaikannya, tentu akan sangat bijak untuk terus mengasah keunggulannya dan menyiasati keterbatasannya.

   Wallahu a’lam bi al-shawab.

 

Depok, Maret 2024

 

2 Comments

Previous Post Next Post

Contact Form