Mari kita lanjutkan diskusi kita tentang guru dan bakat. Ternyata ada beberapa bakat dominan yang setidaknya harus ada dalam diri seorang guru. Ini satu kajian yang sangat menarik. Mengapa? Karena selama ini orang mengira semua orang dapat menjadi guru. Sesungguhnya anggapan dan asumsi itu tidak salah. Namun, agar yang bersangkutan dapat melakukannya dengan easy, enjoy, dan dapat menjadi excellence, ternyata guru harus memiliki sejumlah bakat agar hasil kerja dan semangatnya semakin besar.
- Communication
Ini adalah bakat dominan yang harus dimiliki
oleh seorang guru. Seluruh aktivitas seorang guru adalah komunikasi. Ia
haruslah seorang komunikator ulung karena aktivitas mengajar dan mendidik
sangat mustahil tanpa komunikasi. Dia harus memiliki linguistic and communicative competence yang baik. Dia aktor dan pemeran utama. Kalau pun ada sesuatu dalam
diri seorang guru yang dapat memukau, menghipnotis, dan menyedot perhatian
murid, itulah kemampuan komunikasinya. Jadi, wajar bila dikatakan bahwa bakat
ini termasuk salah satu bakat yang berkaitan dengan kemampuan untuk
mempengaruhi orang (influencing).
Guru yang baik memang tidak harus seorang story teller atau orator ulung. Communicative competence tidak selalu harus diartikan sebagai orang yang doyan ngomong. Bukan. Tetapi, seseorang yang pandai menyampaikan gagasan, pemikiran, dan perasaan baik lisan maupun tulisan. Selain itu, guru dengan bakat ini adalah mereka yang tanggap akan kebutuhan para muridnya untuk berkomunikasi sehingga terjalin kedekatan emosional, rapor (hubungan baik), dan bonding (ikatan) yang positif dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, suasana belajar jadi menyenangkan dan hangat.
b. Developer
Ini bakat yang sangat spesifik yang harus ada dalam diri seorang guru,
dosen, trainer, atau coach: Developer. Guru sejati
adalah mereka yang senang dan bahagia melihat kemajuan para muridnya. Mereka
akan berusaha sekuat tenaga agar murid-muridnya sukses dan lebih hebat dari
mereka. Kebahagiaan untuk mereka adalah ketika melihat keberhasilan dan
kesuksesan para muridnya. Untuk itu, mereka akan mengerahkan energi, perhatian,
dan berbagai aktivitas untuk membantu dan mengupayakan apa pun caranya.
Membantu orang lain untuk menjadi the best of them adalah energi dahsyat dalam dirinya. Kelelahan dalam menjalani itu semua tak pernah dirasakan karena memang ia mencintai seluruh aktivitas untuk membuat muridnya sukses. Ia akan bersedih hati bila muridnya belum menemukan jalan dan cara suksesnya.
c. Individualization
Seorang guru, dosen, trainer, atau coach yang baik adalah mereka yang mampu membangun relasi terbaik dengan murid, mahasiswa, trainee, atau coache-nya. Pola relasi yang unik itu dapat berupa sebuah kedekatan fungsional dan penuh keikhlasan, bukan basa-basi dan transaksional. Oleh karena itu, sangat wajar bila mereka mengawalinya dengan knowing by face, lalu knowing by name, dan akhirnya knowing by heart. Hanya dengan kualitas hubungan yang seperti itulah murid, mahasiswa, trainee, dan coache mampu menerima kehadiran mereka dengan sepenuh hati.
Keberterimaan seseorang dalam relasi
guru-murid, dosen-mahasiswa, trainer-trainee, atau coach-coachee sangat unik, khas, dan seharusnya tanpa reserve. Relasi itu harus didasari oleh satu frekuensi
sehingga keduanya dapat berangkat dari titik yang sama. Dengan demikian,
seorang guru dapat dengan tepat memberikan pola didik sesuai dengan tipe
kepribadian muridnya. Guru dengan bakat individualization akan mengamati dengan jeli dan teliti karakter muridnya. Ia mampu
melihat keunggulan dan kekurangan murid, mahasiswa, trainee, atau coachee-nya dengan kesadaran dan kewajaran yang ada.
- Learner
Yang berhenti belajar, sebaiknya tidak lagi
boleh mengajar. Begitu sejumlah orang mengartikulasikan kaitan antara belajar
dan hak untuk bisa mengajar. Itulah sebabnya sulit diterima bila ada guru yang
tidak lagi mau baca buku karena merasa sudah tamat belajar. Padahal, ia masih
menekuni profesi sebagai guru, dosen, trainer, atau coach.
Guru berbakat learner bukan saja mereka yang menuntaskan belajarnya sampai mendapatkan gelar
tertinggi akademik, tetapi juga mereka yang terlibat aktif pada sejumlah
aktivitas belajar yang tidak terbatas ruang dan waktunya. Ia rela menghabiskan
waktu, tenaga, dan kehilangan kesempatan untuk sejumlah aktivitas lain untuk
belajar. Sangat mungkin alasan mereka beragam mengapa mereka sangat mencintai
kegiatan belajar.
Guru, dosen, trainer, atau coach yang berbakat learner sangat menikmati
proses dalam setiap kesempatan belajar. Tujuan mereka bukan semata-mata nilai, score, atau ijazah
sebagai pertanda keformalitasan, tetapi prosesnya. Yang sangat konsisten tetap
ada dalam diri mereka adalah tersedianya kemauan untuk tetap belajar, baik
sesuatu yang sudah mulai dimengerti atau sesuatu yang baru. Mereka senantiasa
berusaha bagaimana caranya untuk mau dan mampu mempraktikkan sejumlah hal yang
telah dipelajarinya.
- Maximizer
Yang setengah-setengah itu tidak bermakna.
Berusaha menjadi yang terbaik bukanlah mengejar kesempurnaan, tetapi manifestasi
rasa syukur atas segala nikmat berupa waktu, kesehatan, dan sejumlah potensi.
Memang, ada harga yang harus dibayar untuk dapat mendekati optimalisasi dari
sesuatu yang sudah dan sedang kita kerjakan. Namun, untuk sejumlah pribadi, itu
justru adalah energi.
Guru, dosen, trainer, atau coach berbakat
maximizer akan menjadi orang-orang yang gelisah dengan segala pencapaian para
murid, mahasiswa, trainee, atau coachenya. Titik berangkat yang sama tidak harus berakhir dengan hasil yang
sama. Setiap orang harus berani mencapai titik optimal dari apa yang
diupayakannya selama ini. Dengan demikian, ia akan berusaha menampilkan versi
terbaik dari dirinya agar semua itu menjadi mungkin. Push the limit!
Guru dengan bakat ini selalu saja punya cara
agar sejumlah pencapaian tiba di titik terbaiknya. Sepintas mereka menjadi
orang yang tidak pernah puas, tetapi sesungguhnya justru mereka yang sering
mengingatkan kita bahwa kita masih dapat meningkatkan pencapaian tersebut.
Mengapa mereka menjadi sedemikian gelisah? Karena sesungguhnya, mereka tidak
pernah nyaman menjadi orang rata-rata. Mereka tidak ingin jadi guru, dosen,
trainer, atau coach yang biasa-biasa saja. Mereka akan berusaha selangkah atau beberapa langkah
lebih maju daripada yang lain. Ia selalu berusaha untuk membuat karya dan karya
itu harus istimewa. Oleh karena itulah, pencapaian yang diperoleh para murid,
mahasiswa, trainee, dan coachee-nya pun harus
demikian.
- Positivity
Sebaik-baiknya waktu untuk belajar adalah ketika dalam suasana hati
yang riang gembira. Antusiasme pada umumnya berbanding lurus dengan hasil dan
pencapaian. Untuk itu proses penciptaan suasana belajar yang menyenangkan
menjadi sangat penting. Aktor utama untuk tujuan itu tidak lain adalah guru,
dosen, trainer, atau coach. Dari merekalah diharapkan suasana ruang kelas dan
ruang belajar menjadi sangat nyaman dan menyenangkan.
Guru, dosen, trainer, atau coach dengan bakat positivity senantiasa
membawa suasana gembira. Ini sangat penting untuk semua guru, dosen, dan
trainer. Murid, mahasiswa, trainee, atau coachee yang bertemu mereka akan
diliputi suasana nyaman dan menyenangkan karena energi positif yang terpancar
bersama kehadirannya. Ia ingin memastikan setiap siswanya nyaman belajar dan
tidak ingin melihatnya sedih meskipun ia juga sedang berduka.
Apa yang senantiasa memberikan kesempatan kita untuk selalu bersyukur
atas segala sesuatu yang telah ada dan kita capai? Proses belajar pada setiap
murid, mahasiswa, trainee, atau coachee pasti berbeda. Justru nilai perjuangan hanya bisa dilihat dari titik
berangkat masing-masing, bukan titik berangkat orang lain. Demikian pula
pencapaiannya. Oleh karena itulah, seorang guru, dosen, trainer, atau coach
yang memahami pentingnya melihat masa lalu akan punya kesempatan bersyukur atas
semua proses dan pencapaian yang telah dilaluinya.
Guru dengan bakat context akan melihat apa yang sekarang ada pada murid, mahasiswa, trainee,
atau coachee-nya sebagai jalinan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ketiga
ranah itulah yang membentuk, mewarnai, dan memaknai setiap aktivitas mereka.
Dengan demikian, guru yang memahami keterlibatan masa lalu atau mampu
menempatkan masa lalu untuk masa depan muridnya akan lebih menghargai proses.
Mereka tidak terjebak pada penilaian sesaat atau labeling. Karena mereka
percaya, proses sedang berlangsung dan belum selesai.
Lalu, siapa sosok guru ideal dalam sudut pandang bakat? Tentu tidak ada
sosok ideal yang memiliki semua bakat di atas. Yang ada adalah mereka yang
memiliki beberapa saja dengan intensitas dan derajat kedominanan yang beragam.
Dinamika bakat seseorang yang telah bertekad dan mengikhlaskan diri menjadi
seorang pendidik adalah modal dasar yang jauh lebih dahsyat daripada kita
mencari sosok ideal itu. Seorang guru yang baik dan terus bertumbuh dengan
segala mindset kebaikannya, tentu akan sangat bijak untuk terus mengasah
keunggulannya dan menyiasati keterbatasannya.
Wallahu a’lam bi al-shawab.
Depok, Maret
2024
Syukran Coach
ReplyDeleteAfwan
Delete