“Ibu habis dioperasi, ya?” Tanya seorang ibu berhijab abu-abu kepada seorang ibu yang duduk di sebelahnya.
“Iya. Mata kanan saya kena
katarak,” jawab ibu berhijab merah marun sambil membetulkan penutup matanya
yang diplester. “Ibu juga habis dioperasi?” Ia balik bertanya.
“Iya, Bu. Cuma saya bukan katarak, tapi vitrek.’’
“Operasi apa tuh,
Bu?”
“Ada pendarahan di retina saya,
Bu.”
“Pendarahan? Memang Ibu
kecelakaan?”
“Bukan. Ini karena
diabetes, Bu.”
“Ooo, penyakit gula bisa
membuat pendarahan di mata, Bu?”
“Iya, Bu. Itulah makanya
retina saya dioperasi.”
“Ooo begitu…,” ibu
berhijab marun manggut-manggut seperti mengerti.
Dialog menarik itu
tergelar di salah satu sudut ruang tunggu poli mata, lantai dua RSUD Khidmat
Sehat Afiat (KiSA). Kedua perempuan setengah baya itu adalah pasien dr. Lieska Meyrita,
Sp.M. yang sedang menunggu giliran untuk diperiksa. Sepuluh set kursi yang
masing-masing berkapasitas empat orang penuh oleh pasien dan pendamping. Pasien
biasanya dipanggil dua kali: untuk ukur tensi (tekanan darah) dan tekanan (intraocular)
mata, serta untuk diperiksa dokter. Bila diperlukan, pasien akan diminta ke ruang
satu untuk visus atau ke ruang foto untuk sejumlah kasus.
Sebagian pasien memakai
penutup mata dari plastik bening berlubang yang direkatkan dengan plester
kertas. Itu artinya, yang bersangkutan akan kontrol setelah operasi: katarak,
vitrek, atau keluhan pada retina lainnya. Ada juga yang di atas alis kanan dan
kiri atau salah satunya ditempel plester kertas. Itu artinya yang bersangkutan
sudah diperiksa dokter dan diminta menyiapkan matanya (dengan obat tetes) untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
Mindset
Sehat
Ruang belajar kita kali
ini adalah RSUD Kota Depok. Rumah Sakit yang beralamat di Jalan Raya Muchtar
No. 99 Sawangan ini sejatinya telah beroperasi sejak 17 April 2008 sebagai
Rumah Sakit Kelas C. Pada 2022, berganti nama menjadi RSUD Khidmat Sehat Afiat (KiSA)
Kota Depok. Inilah rumah sakit rujukan utama para peserta BPJS untuk wilayah
Depok dan sekitarnya. Di sana, para peserta BPJS hadir sebagai pasien utama,
bukan pasien kelas dua atau kelas tiga.
Pertama,
senasib sepenanggungan. Pada umumnya, peserta BPJS yang berobat adalah mereka
yang setengah baya, pensiunan, atau lansia. Dengan berbagai cara—naik angkot,
ojek online, atau diantar sanak saudara—mereka hadir dengan ritme yang
sudah sangat dimaklumi. Di ruang-ruang tunggu poli terlihat pemandangan yang serupa:
para pasien duduk tertib menunggu giliran. Setelah diperiksa, mereka akan menyerahkan
resep di loket penerimaan resep untuk mendapatkan nomor. Lalu duduk dengan
sabar menunggu nomor mereka dipanggil untuk mengambil obat di loket farmasi
rawat jalan (rajal).
Suatu hari, saya bertemu
dan sempat terlibat obrolan singkat dengan seorang ibu yang datang ke seorang
diri. "Alhamdulillah, Ibu tidak merasa sendiri kalau di sini. Banyak yang
senasib. Apalagi petugas dan susternya baik-baik. Jadi, tidak khawatir meskipun
datang sendiri."
Semangat dan mindset
sehatnya lebih dahsyat daripada kuasa sakitnya. Meskipun ia harus berjalan
perlahan karena mata kanannya ditutup setelah dua pekan lalu dioperasi, ia
merasa nyaman. Itu jelas terlihat dari sorot mata dan air mukanya. Ketika ngobrol tak sedikit pun ia
mengeluhkan aspek pelayanan. Hanya saja, karena antrean yang banyak ia memang
masih harus menunggu nomornya dipanggil di loket obat.
Kedua,
ada perubahan mindset tentang operasi. Dulu, ketika mendengar kata
operasi, maka terbesit di benak adalah tindakan medis yang sangat riskan dan
berisiko, sehingga kalau tidak terpaksa tidak dilakukan dan biayanya pun mahal.
Karena dua hal itulah maka yang muncul adalah kengerian tersendiri (karena
risiko dan biayanya). Tetapi hari ini, kesan menakutkan itu mulai sirna. Apa
pasal? Karena hampir setiap pekan sejumlah pasien antre untuk dioperasi
matanya. Fenomena itu pada akhirnya memberikan edukasi kepada pasien yang lain
untuk tidak ragu dan takut untuk dioperasi.
Soal biaya, saya jadi
teringat cerita seorang teman. Suatu hari mata istrinya sakit. Menurut salah
seorang kerabatnya yang dokter spesialis mata, mata istrinya harus diobservasi
lebih lanjut karena ada masalah di retinanya. “Sebaiknya urus BPJS karena akan bolak
balik dan biaya pemeriksaannya lumayan mahal kalau pakai pribadi,”begitu
pesannya waktu itu. Ternyata benar, sejak awal tahun sampai hari ini, mereka
masih bolak balik untuk berobat dan kontrol.
Ketiga,
berobat dengan BPJS memang harus sabar, karena dalam satu kunjungan, kita hanya
boleh mengunjungi satu poli. Untuk satu jenis layanan, kita ditangani sampai
tuntas. Itu artinya, kita akan sering berkunjung. Untuk sejumlah kasus, bila
diperlukan pasien akan diminta untuk kontrol sepekan sekali, dua pekan,
sebulan, atau dua bulan sekali bergantung tingkat kepentingan pengobatan. Dengan
demikian, semangat untuk sehat harus terus dipupuk agar selalu ceria ketika
datang untuk kontrol.
Layanan
Cinta
Penyelenggaraan rumah
sakit umum adalah kewajiban, komitmen, dan ruang pelayanan pemerintah untuk
rakyatnya. Seperti halnya pendidikan, pelayanan bidang kesehatan adalah upaya
mewujudkan tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kesejahteraan itu
meliputi terpenuhi kebutuhan rakyat, di antaranya bidang kesehatan, gizi, dan pendidikan.
Pertama,
sebanyak 95 persen lebih pengguna layanan RSUD KiSA adalah peserta JKN
(Jaminan Kesehatan Nasional), terutama mereka dengan kategori penerima bantuan
iuran. Mereka mendapatkan service excellence. Bila Anda ke sana selepas
subuh, Anda akan menyaksikan kesibukan sudah menggeliat, terutama di lokasi
pengambilan nomor antrean. Para petugas keamanan membagikan nomor antrean semua
poli pada pukul 06.00 WIB. Mereka yang sudah dapat nomor menunggu dipanggil
untuk daftar di salah satu dari tiga loket yang difungsikan. Para petugas dengan
sabar melayani mereka untuk mendapatkan nomor antrean di poli yang dituju.
Semua proses itu tidak
akan mungkin terlaksana dengan lancar bila tidak didukung oleh supporting
system yang compact. Petugas keamanan, petugas kebersihan, teknisi listrik,
maintenance, programmer, suster, dokter, laboran, ahli radiologi,
petugas loket, apoteker, manajemen, direktur, petugas Pojok JKN, admin, dan semua
komponen yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Ketika semua tulus di pos
kerjanya masing-masing, maka sistem layanan kepada para pasien dapat
dilangsungkan dengan lancar dan nyaman. Oleh karena itu, sebagai sebuah sistem,
tidak ada yang boleh merasa paling berjasa dalam hal ini karena semua saling
terkait dan saling membutuhkan. Kesuksesan RSUD KiSA adalah akumulasi sukses
semua orang yang ada di dalamnya.
Kedua,
ini agak spesifik. Relasi antara dokter dan pasien. Ruang poli adalah pertemuan
dua kesadaran, kesabaran, dan keikhlasan. Pasien hadir karena mindset dan
kesadarannya untuk sembuh dan sehat kembali; Mereka akan sabar dan Ikhlas menjalani
semua proses dan tahapan yang harus ditempuh. Dokter hadir dengan kesadaran
bahwa banyak pasien berharap bertemu untuk diperiksa, dinasihati, diterapi, diobati,
atau bahkan dioperasi; Dokter harus punya kesabaran dan keikhlasan yang lebih
dari cukup karena menghadapi ratusan pasien dengan karakter dan keluhan yang
berbeda-beda. Oleh karena itu seorang dokter penting untuk punya bakat restorative.
Kesadaran, kesabaran,
dan keikhlasan para dokter yang melayani para pasien BPJS menjadi sangat
krusial. Relasi positif antara dokter dan pasien harus terjalin baik karena
pada umumnya proses berobat setiap pasien berlangsung lama. Dokter yang peduli sudah
sangat hafal dengan perkembangan kesehatan tiap pasiennya. Relasi antara keduanya
menciptakan suasana resiprokal yang indah. Bukankah sebuah ekspresi kepedulian
yang dalam ketika seorang dokter membetulkan letak penutup mata pasiennya yang pekan
lalu dioperasi? Padahal, hal itu bisa dilakukan oleh suster atau keluarganya.
Itulah keindahan akhlak yang hadir dari kesadaran, kesabaran, dan keikhlasan.
Ketiga, sejumlah kebijakan dapat mempermudah proses layanan. Adanya Pojok JKN sangat membantu pasien dalam mengordinasikan status kepesertaan BPJS-nya agar tetap mendapatkan manfaat layanan yang dibutuhkan. Dua petugas yang selalu antusias membantu para pasien dan keluarganya menjadi salah satu yang menggembirakan. Kerja sama dengan PT. Pos Indonesia yang menawarkan jasa antar obat juga sangat membantu sejumlah pasien yang harus cepat-cepat istirahat di rumah. Mereka yang masih harus menyelesaikan pekerjaan lain di tempat berbeda juga sangat terbantu. Inilah bentuk sinergi dan kolaborasi yang sangat menarik. Cerdas dan solutif.
Inilah sebuah potret
miskroskopik. Potret yang ingin mengajak kita untuk mendapatkan pemaknaan dari
suatu fenomena sederhana dan kecil yang diasumsikan dapat menjadi representasi dari
sebuah sistem. Paparan ini pada gilirannya ingin menghadirkan ruang kesadaran
semua pihak—pasien, rumah sakit, pemerintah—bahwa kesehatan adalah salah satu
dari tiga dimensi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang harus terus kita perjuangkan.
Oleh karena itu, untuk membangun manusia Indonesia yang seutuhnya, maka aspek kesehatan
harus menjadi layanan utama untuk seluruh rakyat.
RSUD KiSA sudah, sedang,
dan terus berjuang untuk mewujudkan budaya organisasi yang unggul. Sebagai organisasi
pelayanan kesehatan, RSUD KiSA memandang bahwa kepuasan para stakeholder
utama adalah prioritas mereka. Oleh karena itu, sejumlah strategi—layanan cinta—untuk
memberikan nilai atau manfaat yang seimbang kepada para stakeholder
utama pasti akan terus diperjuangkan oleh Direktur RSUD KiSA (dr. Sobari, MARS.,
M.H.) dan jajaran manajemennya. Masyarakat Depok dan sekitarnya tentu dengan
senang hati akan membantu sekuat tenaga agar RSUD KiSA Kota Depok yang maju,
berbudaya, dan sejahtera akan segera terwujud. Aamiin…
Wallahu a'lam bishawab
Depok, Agustus 2024