Ruang belajar kita kali ini adalah lapangan utama Arrahman Quránic College (AQC) Megamendung. Tahun ini, peringatan Hari Kemerdekaan RI di lingkungan AQL Islamic Center (AQL) dipusatkan di lembaga pendidikan tertuanya itu. Di lembah seluas lebih kurang lebih 500 meter persegi lapangan hijau tersebut terhampar. Di titik terindah Dusun Cirimpak, Megamendung, pun mendadak ramai oleh kehadiran para sivitas akademika dari pelbagai unit pendidikan AQL.
Seperti dua tahun
terakhir, AQL kembali menggelar peringatan HUT RI berupa upacara bendera,
atraksi kesenian, dan pelbagai lomba. Ini merupakan salah satu dari tiga agenda
besar AQL, setelah peringatan 17 Ramadhan dan milad lembaga pada 1 Muharram. Peserta
aktif upacara bendera adalah para siswa dan asatidz dari SD, SMP, SMA Tadabbur
Qurán (TQ) AQLIS, AQC, Sekolah Hafizh Qurán (SHQ), Spirit of Aqsa (SOA),
dan para asatidz di Yayasan Pusat Peradaban Islam (YPPI).
Amanah
Pembina Upacara
Seperti biasa, pendiri
AQL Islamic Center, K.H. Bachtiar Nasir (UBN) menjadi pembina di upacara
bendera tersebut. Kehadiran beliau menjadi magnet dan pemantik semangat yang
luar biasa di antara semua peserta upacara. Momentum itu kemudian dimanfaatkan
beliau untuk memberikan amanah dan arahan bagaimana mengisi kemerdekaan dengan
tadabbur Al-Qurán.
Ada tiga pesan utama
beliau. Pertama, merdekakan akalmu, maka merdekalah tanah airmu. Akal
yang merdeka akan memudahkan kita untuk mencapai banyak hal. Semua bentuk kemerdekaan
bermula dari akal yang merdeka. Dengan itu, bangsa Indonesia akan terus
melampaui batas-batas pencapaiannya sebagai sebuah nation. Beliau pun menyitir
kata-kata Bung Karno,”Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam
damai dan persaudaraan.”
Yang tersubordinat pasti
tidak akan mampu untuk memanfaatkan akalnya dengan maksimal. Yang sublim
biasanya sulit untuk berjarak dan melihat gejala. Mereka yang tidak mau dan
mampu mengambil jarak aman, akan sulit melihat kemurnian. Mereka yang mampu
mengoptimalkan penggunaan akal adalah mereka yang merdeka objek dan cara
berpikirnya. Ketika akal diselimuti belenggu keterpesonaan pada pelbagai hal
yang tidak ada hubungannya dengan masa depan, maka sesungguhnya kita gagal
menjadi manusia Indonesia yang merdeka. Akhirnya, semua jadi biasa. Membiasa.
Padahal, tanah air ini dibangun atas dasar pemikiran kritis dan nasionalisme
objektif yang mampu menemukan kekuatannya bersama dalam semua kemungkinan untuk
berbangsa dan bernegara. Kemerdekaan adalah produk akal yang kemudian
dienergikan oleh rasa senasib sepenanggungan untuk menjadi bangsa yang boleh
menentukan wujud dan warna masa depannya sendiri.
Kedua,
merdekakan jiwamu, maka merdekalah bangsa dan negaramu. Bangsa dan negara itu sebuah
entitas abstrak. Ketika jiwa Anda merdeka dari rasa takut, maka Anda dapat lantang
berpendapat. Mereka yang mampu duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi adalah
mereka yang jiwanya merdeka. Beruntunglah mereka yang jiwanya bebas, karena mampu
menjadi mercusuar untuk orang lain. Mereka mampu menjadi sumber cahaya. Untuk
itu, bebaskan dirimu dari penyakit wahn: cinta dunia dan takut mati. Semangat untuk
menjadi diri sendiri akan menular. Bangsa yang kuat adalah yang jiwa rakyatnya
kuat. UBN mengutip ucapan Panglima Besar Jenderal Sudirman,”Tempat saya yang
terbaik adalah di tengah-tengah anak buah, saya akan meneruskan perjuangan.”
Jiwa atau soul adalah
suatu entitas yang dianggap sebagai bagian abadi atau spiritual dari seseorang
dan diyakini memiliki fungsi berpikir dan berkehendak serta menentukan semua
perilaku (Webster’s New World Dictionary of the American Language, 1970:1360).
Sesungguhnya, beruntunglah mereka yang mau dan mampu menyucikan jiwanya dan
merugilah mereka yang mengotorinya (QS. Asy-Syams 9-10). Mereka yang berjiwa
merdeka tidak akan menjilat karena itu akan mengotori jiwa mereka. Mereka tidak
tersandera kepentingan apa-apa, sehingga tidak perlu menggadaikan harga diri.
Oleh karena itu, untuk bisa merdeka, kita harus berusaha menjadi pribadi yang autentik,
yaitu yang bertingkah laku sesuai etika dan nilai keutamaan yang sesuai dengan
aspek religius dan moral. Hanya dengan cara inilah kita benar-benar bisa mewujudkan
jiwa yang merdeka.
Ketiga,
merdekakan tauhidmu, maka merdekalah
agama dan kemanusiaanmu. Kita senantiasa terhubung dengan kekuatan yang jauh lebih
besar, yang mengatur dan memberi arah atas hidup kita. Dengan tauhid yang
merdeka, agama tidak lagi menjadi sumber perpecahan. Sifatnya yang rahmatan lilálamiin
sejatinya ada ruang kemerdekaan seluruh umat manusia. Kesadaran transendental tentang
keesaan dan kemahakuasaan Allah seharusnya menjadi hujjah mendasar yang menjadi
orientasi dan target hidup setiap manusia. Dengan demikian, mereka yang tauhidnya
benar akan senantiasa berusaha menjadi jalan berkah dan hikmah untuk semua. Kemerdekaan
tauhid yang dirasakan setiap manusia adalah fitrah dan amanah mendasar untuk
menjalankan peran dan tugasnya sebagai khalifatullah fil ardh.
Kita memang diciptakan Allah untuk mampu mencintai yang sepele dan bermakna,
yang kekinian dan transendental, serta yang profan dan sakral.
Dengan kesadaran itulah,
maka bila kemerdekaan diibaratkan bunga dan buah, maka tauhid adalah akar
tanaman yang terhujam jauh ke dalam bumi tempatnya disemai, tumbuh, dan tegak
berdiri. Mereka yang tauhidnya benar, maka akan mampu tampil sebagai pribadi
yang penuh kasih sayang, mampu menumbuhkan dan mengembangkan rasa simpati,
empati, dan peduli kepada sesama. Rasa perikemanusiaan yang hadir dalam setiap pikiran,
keputusan, dan tindakan adalah perwujudan dan aktualisasi atas tauhid yang
merdeka. Wajah pemahaman agama akan sangat mudah dilihat dari bagaimana setiap pribadi
bersikap adil dalam praktik beragama dan dalam relasi kemanusiaannya. Dalam konteks
ini, UBN pun mengutip apa yang pernah disampaikan KI Hajar Dewantara: Ing ngarsa sung tulodo,
ing madya jmangun karsa, tut wuri handayani.
Merdeka
itu Bahagia
Merdeka itu bergembira
dan tertawa bersama. Keceriaan itu hadir bersama keluarga besar AQL Islamic
Center hari itu. Betapa tidak! Sejumlah atraksi dan penampilan telah menyulap
lapangan utama AQC menjadi panggung besar para murid dari SD, SMP, SMA AQLIS, AQC,
STIQ, dan SHQ.
Agenda tetap AQL Islamic
Center itu sangat special. Mari kita tengok. Pertama, inilah
ajang saling memberi. Apa yang bisa kita berikan kepada para saudara kita pada
hari itu? Inilah kesempatan untuk tersenyum bahagia, tertawa lepas, dan
bergembira bersama. Untuk itu, masing-masing unit pendidikan sudah mempersiapkan
sejumlah sajian menarik: acara dibuka dengan dua lagu berirama sangat
menghentak oleh Ustadz Bayu Ramadhan dan siswa AQLIS 2 Purwakarta, pembacaan
puisi “Cerita Anak Palestina” oleh murid SD, teaterikal AQLIS 1 dan SDTQ AQLIS
tentang Palestina, dan orasi bahasa daerah—Makassar, Bugis, dan Sunda—dari mahasantri
AQC. Mereka sangat menghibur dan mengesankan. Tampil di hadapan orang banyak
adalah sebuah kesempatan berharga untuk belajar menguasai panggung, percaya
diri, dan memahami karakter diri sendiri.
Kedua,
salah satu tradisi 17-an adalah aneka lomba. Anak-anak para asatidz AQL
disediakan ruang dan waktu untuk saling berlomba. Mereka menapaktilasi sejumlah
permainan yang dahulu pernah dimainkan oleh abi, umi, dan kakak mereka. Inilah media
penerusan tradisi yang paling efektif. Nanti, mereka akan saling berbagi cerita
karena pernah sama-sama menikmati mata lomba. Dalam pada itu, sejumlah lomba
untuk para asatidz tergelar di lapangan utama. Setelah “Juara Pertama” yang
sangat menarik, lomba dilanjutkan dengan sesuatu yang legendaris dan khas 17-an:
tarik tambang. Sejumlah tim berjumlah tujuh orang dari semua lembaga pendidikan
saling berhadapan, saling tarik, adu kuat, adu strategi, dan adu keikhlasan.
Ketiga,
ruang silaturahim dan kebersamaan. Tak dapat disangkal, kegiatan ini menjadi
ruang silaturahim dan kebersamaan antarpejuang dakwah AQL dan semua sivitas
akademika lembaga pendidikan di lingkungan AQL Islamic Center. Kita pasti maklum,
kegiatan berskala besar seperti ini pasti memerlukan perencanaan yang matang dan
pembiayaan yang tidak sedikit. Terselenggaranya kegiatan ini dengan lancar dan
sukses adalah cermin kesuksesan sebuah perencanaan. Kebersamaan menjadi
tantangan dan kebahagiaan. Pada akhirnya, semua yang hadir menjadi saksi betapa
panitia sudah bekerja sekuat tenaga dan sepenuh hati. Padahal, tidak mudah
untuk mengonstruksi sebuah kegiatan besar dan mobilisasi sekian banyak orang
yang terlibat. Penghargaan dan apresiasi yang tulus untuk Ustadz Achmad Fauzan
dan jajaran panitia yang telah fokus merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan
penting ini.
Keempat,
tradisi, cermin, dan etalase budaya organisasi. Setiap kegiatan dalam sebuah
organisasi adalah cermin atau wajah budaya organisasi tersebut. Desain, rancangan,
dan wujud kegiatan akan menggambarkan sesuatu yang penting. Tampak lahir adalah
cermin dari tampak batin. Mengikuti dengan saksama seluruh rangkaian acara, kita
bisa mendapatkan gambaran tentang set of value dan a set of knowledge
yang diyakini dan dijadikan landas pikir dan bertingkah laku oleh AQL sebagai
lembaga dakwah. Kegiatan ini adalah salah satu tradisi dan strategi manajemen
untuk memelihara dan menguatkan budaya organisasi. Oleh karena itu, kegiatan tersebut sangat penting dan cocok menjadi ruang belajar para asatidz atau
anggota sivitas akademika yang baru untuk belajar dan memahami segala
sesuatu yang intangible: pola relasi antarpimpinan, kepala sekolah,
guru, murid, dan sivitas akademika lainnya; Pola relasi, interaksi, dan
komunikasi antara ikhwan dan akhwat; Prioritas lembaga; Tingkat kecairan komunikasi
antarasatidz; Tingkat kekompakan antarunit; Pola kepemimpinan; dan Visi dan
cita-cita luhur lembaga.
Inilah sebuah catatan. Upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia telah menjadi agenda tetap AQL Islamic Center. Nilai kebangsaan dan nasionalisme di antara para pejuang dakwah dan civitas akademika di lingkungan AQL menjadi concern penting K.H. Bachtiar Nasir. Oleh karena itu, di tengah agenda dakwah dan penyelenggaraan pendidikan yang sangat padat, seluruh unit pendidikan bahu-membahu untuk menyukseskan agenda tahunan ini. Semoga upaya ini mampu memberikan pengalaman edukasional dan kebangsaan sejak dini kepada putra-putri para pejuang dakwah, sivitas akademika, dan murid-murid. Pada gilirannya nanti, merekalah yang akan meneruskan tongkat estafet perjuangan para pahlawan bangsa yang telah mempersembahkan jembatan emas berupa kemerdekaan ini untuk kita semua. Semoga Allah ridho dengan segala upaya ini. Aamiin.
Merdeka!
Wallahu a'lam bishawab
Depok, Agustus 2024