Seperti apakah
wajah waktu? Tidak seorang pun mampu mengidentifikasinya. Orang hanya bisa
menandai waktu melalui sesuatu yang menyebabkannya bergerak dan berputar:
pergantian siang dan malam. Selebihnya, misteri tentang waktu sama gelapnya
tentang bagaimana bentuk perintah otak kepada seluruh organ tubuh kita.
Siapa di antara Anda yang pernah mengalami ketat dan padatnya jadwal dan agenda kegiatan? Siapa di antara Anda yang justru merasa sangat “hidup” pada saat kesempitan merongrong kewibawaan kesempatan? Siapa di antara Anda yang sangat menikmati ada dalam kondisi “kepepet” seperti itu? Sejumlah teman mengatakan, mereka justru jadi sangat kreatif dan produktif pada saat ditunggu jadwal penuh. Di lain pihak, tidak sedikit teman yang “gregetan” dan “marah pada diri sendiri” karena gagal memanfaatkan kesempatan untuk menghasilkan sesuatu. Kelihatannya sibuk tapi tidak produktif. Lalu, sejujurnya kondisi seperti apa yang memang benar-benar kita inginkan?
Sahabat sukses
yang dirahmati Allah, berproses di antara belantara jadwal pada gilirannya
memberikan effect kejut yang nikmat
pada setiap orang. Meskipun pada mulanya seseorang merasa tidak berdaya dengan
ketatnya agenda, tetapi pada gilirannya mereka justru merasakan betapa
kedisiplinan menapaki setiap agenda adalah proses yang patut disyukuri dan dinikmati.
Berbiak Bersama Waktu
Ketika jadwal
menjadi guidline penggunaan waktu
yang efektif, ia memerlukan sebuah pendekatan komprehensif dari sang empunya.
Untuk itu, ada sejumlah catatan menarik untuk diperhatikan. Pertama,
kenali dan kendalikan penyakit malas. Penyakit ini cepat sekali menguasai jalan
darah setiap orang yang abai akan fitrah penciptaannya yang suci.
Bila ingin jadi
pemalas, sebaiknya, perhatikan quote ini dulu: “Dulu aku pemalu,
sekarang aku pemalas. Saking malasnya, untuk bermalas-malasan pun aku
malas”.
Islam adalah
agama kerja bukan tempat sembunyi para pemalas. Siapa yang bekerja dengan baik
dan benar, dia akan memperoleh apa yang diperjuangkan. Rasulullah menegaskan,”Seusai shalat fajar (subuh) janganlah kamu
tidur sehingga melalaikan kamu untuk mencari rezeki. (HR. Ath-Thabrani)”
Kedua,
cari teman yang baik. Ini sangat penting. Teman dapat menjadi inspirasi untuk
sukses kita dalam mengelola waktu. Tetapi, tidak jarang teman adalah mereka
yang pertama mengacaukan berbagai agenda prestatif kita.
Perumpamaan teman
yang baik dan buruk adalah ibarat penjual minyak wangi dan pandai besi. Bila berteman
dengan penjual minyak wangi itu, mungkin dia akan memberi kita atau kita akan
membeli darinya, atau paling tidak kita kecipratan aroma minyak wangi.
Sedangkan pandai besi, bisa jadi dia pakaian kita akan terbakar atau kita mendapatkan
bau keringatnya.
Teman adalah
seseorang yang kita kenal baik dan kita sukai. Dialah yang senantiasa dekat.
Dialah tempat kita saling memberikan penguatan dan semangat dalam kehidupan.
Tanpa kita sadari, teman adalah cermin siapa kita. Kecenderungan dan kedekatan
itulah yang pada titiknya membuka ruang untuk saling mempengaruhi.
Pada titik
tertentu seseorang akan berpikir, merasa, dan bertindak sesuai dengan sibghah
yang paling dominan dalam hidupnya. Jadi, jangan remehkan bersama siapa Anda
berproses.
Ketiga,
disiplin. Tidak akan ada progres dalam agenda yang lengkap sekali pun tanpa
disiplin. Kertas agenda hanya akan menjadi catatan usang karena disiplin
menjadi syarat mutlak pencapaian maksimal.
Sejatinya, lima
waktu sholat wajib adalah cerminan yang tepat untuk disiplin. Mereka yang
sholat tepat waktu (STW) adalah mereka yang hati-hati dengan waktu mereka. Di
antara waktu itulah mereka belajar, kuliah, berdagang, bekerja, silaturahim,
berkarya, menjaga kesehatan, dan aktivitas penting lainnya. Masih ingat lagu Sajadah Panjang-nya Bimbo, kan? Nah,
itulah dia. Betapa untuk berlatih disiplin yang paling mudah adalah dengan
berupaya sekuat tenaga untuk dapat sholat tepat waktu.
Yang tidak pernah
berjadwal tidak akan merasakan nikmatnya punya waktu luang. Yang tidak pernah
hadir dalam ketatnya agenda tidak akan pernah mampu memaknai waktu senggang.
Kenikmatan dan kebermaknaan ada di antara waktu dengan pilihan aktivitas akan
memberikan ruang kemanusiaan yang sesungguhnya.
Keempat,
jangan menunda-nunda pekerjaan. Orang dengan hobi ini adalah mereka yang
terlalu percaya diri dan optimis kalau esok atau lain waktu ia masih hidup dan
masih punya kesempatan yang sama. Kebiasaan ini setali tiga uang dengan yang
sering pakai jam karet. Anda pernah memakainya, Saudaraku?
Kita diciptakan
Allah untuk mampu mencintai yang sepele dan bermakna, yang kekinian dan
transendental, serta yang profan dan sakral. Di sinilah letak matangnya
penggunaan akal untuk kecerdasan dalam menuntaskan pilihan dan amanah pada
kesempatan pertama. Atau apakah Anda selalu percaya bahwa kesempatan akan
selalu datang berkali-kali?
Kelima,
fokus. Fokus dapat memangkas waktu dan energi. Yang fokus pada proses dan
pencapaian akan selalu mencari mekanisme terbaik—juga dalam aspek
waktu—pencapaiannya. Fokus memberi kesempatan seseorang untuk meningkatkan
kualitas waktunya. Dengan waktu yang sama, seseorang yang fokus akan dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan relatif lebih singkat dan dengan hasil yang dapat
lebih memuaskan dibandingkan mereka yang tidak.
Mereka yang fokus
pasti sangat memperhatikan manfaat dan keterbatasan waktu. Interval
antaraktivitas akan mereka pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk rehat dan
mengumpulkan energi agar bisa lebih siap untuk aktivitas selanjutnya. Allah
telah mengingatkan kita,”maka apabila
kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain (QS. Al Insyirah [94]: 7).
Suatu hari nanti, kita akan menyadari: kita yang tidak pernah bisa
fokus atau waktu dan napas yang memang sangat terbatas. Tidak sedikit orang
terjebak pada rasionalisasi berbagai aktivitasnya sebagai sesuatu yang memang
sudah seharusnya. Dia lupa, kalau saja dia fokus di satu amanah, tentu ia sudah
jadi excellent di situ. Yang bersembunyi di lembar waktu masih
ada harapan untuk bertemu, tetapi yang menyubur dalam rasa justru perlu waktu
untuk sembuh.
Nilai Sehelai Waktu
Sahabat sukses
yang dirahmati Allah, aktivitas kita sehari-hari merupakan upaya menyeimbangkan
porsi penggunaan waktu yang ada. Semua harus diurus dan diselesaikan. Semua ada
waktunya. Dengan demikian, tidak ada cara lain kecuali kita harus memberikan
kesempatan kepada setiap kegiatan untuk mendapatkan jatah waktu sesuai tingkat
prioritasnya. Proporsional. Pada dasarnya, tidak akan mungkin berlebih bila
kita mau berlaku adil kepada semuanya. Meletakkan setiap kegiatan secara
proporsional merupakan cara bijak dalam menyikapi berbagai agenda hidup yang
tidak sedikit ini.
Semua orang merasa
berjuang dan berproses menurut kadar dan takarannya masing-masing. Nilai dan
faktanya pasti berbeda. Namun, semua diartikulasikan dalam raugn pemahaman yang
sama. Yang kita yakini dan jalani bukan hanya ruang resiprokal. Ini cinta tanpa
batas logika. Tafsir kebenaran dari dan untuk semesta. Oleh karena itu, mari
kita diskusikan sesuatu yang hasil dan kesimpulannya, mau dan mampu kita
laksanakan. Jangan biarkan waktu, energi, dan ide-ide besar menguap percuma.
Agar umur dan
energi tidak menguap percuma, ayo, kita bersinergi dan berkolaborasi untuk memendekkan
jarak antara artikulasi dan tindakan berpola yang terarah. Yang panjang jangan
dipotong; Yang pendek jangan disambung. Takaran, kadar, dan ukuran sudah
ditetapkan. Takdir dan nasib melukis keindahan. Kabar baiknya, takaran, kadar,
dan ukuran tiap orang berbeda. Titik optimalnya pun dapat diperjuangkan dengan nilai,
keyakinan, dan makna sendiri-sendiri: Sekali, Hidup Sepenuh Hati.
Wa Allah A’lam bish-shawab.
Depok, Agustus 2024